-->

Mengapa Masakan Suami Terasa Lebih Sedap ? Kini Saya Tahu Rahasianya

Suami saya bukan termasuk orang yang “mendewakan perut”.
Maksudnya, bukan orang yang hobi atau “penggila” makanan enak. Tidak pilih-pilih, makanan mana yang mau dimakan. Bahkan boleh dikatakan “yang penting makan”. Dan otomatis – seperti kebanyakan suami lainnya – tidak hobi pula dalam masak memasak.

Namun herannya, meski bukan hobi makan enak serta hobi masak memasak, ketika suatu saat sudah “niat” memasak, masakannya terasa sedap bukan alang kepalang.

Bahkan salah satu resep rahasia memasak telur dadar istimewa itu caranya saya dapatkan dari suami saya.

Ini juga dirasakan oleh anak-anak. Sehingga ketika diadakan “kuis” – terkadang saat mau masak sesuatu, dan suami saya sedang ada niat, kedua anak saya “tes” ditanya – siapa yang akan memasak nantinya, anak-anak akan selalu memilih agar yang memasak adalah suami saya.
Sebenarnya jika anak-anak sudah memilih seperi itu, saya –sih- senang-senang saja.
Karena artinya tidak perlu repot-repot. Tinggal tunggu suami masak dan menikmati hasilnya.
Namun tentu selalu saja terselip rasa “penasaran”.

Apa rahasia cara memasaknya, sehingga selalu sedap ketika ia sudah “niat” memasak - apa saja.


Padahal ketika sedang memasak, sang suami justru sering saya “omelin”. Bagaimana tidak ?
Soalnya ketika sedang memasak suami saya seringnya terkesan “asal-asalan”, tidak tahu aturan.
Maksudnya, bahan makanan apa saja yang terlihat di depannya, ketika ia merasa “sreg” dengannya, langsung saja dijadikan dan dimasukkan sebagai salah satu bahan masakannya.
Misal, ketika sedang memasak mie kare jika kebetulan di lemari es ia melihat seledri, langsung saja ia tambahkan.
Lihat kacang panjang, langsung saja ia masukkan.
Lihat “Tahu” langsung saja dijadikan bagian masakan.
Bahkan jika lihat Salak-pun langsung saja ia tambahkan sebagai bagian resep masakan.

Pokoknya "kacau" kalau melihatnya.
Jadi seolah-olah tanpa resep tanpa takaran.
Pokoknya unik, kalau dipadankan pada mode busana hampir mirip-mirip dengan Boho Chic, gaya busana yang gue banget
Tapi herannya – ya itu tadi – ketika sudah jadi kok pasti sedap rasanya.
Maka tak heran jika anak-anak lebih memilih masakan suami saya.

Kesukaan anak-anak untuk “memilih masakan” ini juga terbawa ketika mereka sedang berkunjung ke rumah neneknya ( mertua ).
Ketika sedang di rumah neneknya mereka mau dan lahap menyantap apa saja yang dimasakkan neneknya. Dan jujur saja, hal ini terkadang membuat jengkel.
Masalahnya, jika mereka dimasakkan di rumah ( dengan masakan yang sama persis dimasakkan neneknya ), mereka bahkan “ tidak menyentuhnya” sama sekali. Kurang sedap katanya.
Padahal suatu saat, ketika saya perhatikan cara memasak mertua juga tidak ada yang istimewa sama sekali. Bahkan terkesan apa adanya. Dan seringnya cenderung pas-pasan.

Jadi apa rahasia keduanya – suami dan mertua – ketika memasak kok begitu sedap masakannya ?
Dan setelah “instropeksi” mencari-cari ( dari suami ) beberapa lama, akhirnya ketemu juga jawabannya.
Dan ternyata begitu sederhana. Bukan semata-mata pada bahan yang istimewa, resep pilihan atau keahlian memasak yang mumpuni.
Benar hal itu memang akan mempengaruhi cita rasa.

Namun ternyata ini kunci rahasianya, hingga masakan jadi begitu sedap rasanya :

● Cooking with love, memasak dengan hati

Ternyata ini benar, bukan hanya ungkapan semata.
Ini saya perhatikan, ketika suami sedang “ada niat” memasak, ia pasti melakukannya dengan sungguh-sungguh, menikmati, sangat enjoy dan berniat memberikan sajian hidangan yang menantang dan terbaik.
Makanya meski ia memasak “tanpa aturan”, tangannya seolah-olah “ada yang menuntunnya”. Hingga hasil masakannya memberi cita rasa yang istimewa.
Dan ketika saya bandingkan hal ini dengan diri saya. Memang beda.
Mungkin karena banyaknya kesibukan rumah tangga, seringkali ketika tiba waktu kegiatan memasak, maka saya memasak hanya ala kadarnya.
Artinya yang penting cepat jadi.
Yang penting cepat masak, supaya pekerjaan rumah tangga cepat selesai.
( Ini mungkin juga dialami oleh ibu-ibu lainnya ). Hasilnya ?
Karena memasaknya tidak dengan “cooking with love”, memasak dengan hati, meski bahan dan resepnya istimewa, cita rasa menjadi kurang sedap.

● Memasak dalam jumlah yang pas

Ini saya perhatikan, baik pada suami dan mertua saya. Mereka tidak pernah memasak dalam jumlah yang berlebihan. Tapi pas jumlahnya. Bahkan pada mertua, sedikit dikurangi.
Suami saya jika memasak tanpa takaran. Satu-satunya yang “diukur” adalah jumlah keseluruhannya, sehingga setelah dimakan tidak akan tersisa.
Awalnya saya tidak sependapat dengan hal ini. Kok, kesannya pelit amat.
Tapi setelah tahu, justru di situlah letak rahasianya, mengapa masakan mereka berdua terasa sedap.
Karena setelah ditelaah, mereka berdua ternyata “memanfaatkan” psikologi dasar manusia.
Karena secara alami, pada dasarnya setiap manusia menginginkan “yang lebih” untuk dirinya.
Jadi ketika melihat sesuatu yang hanya pas untuk dirinya , nafsu dan hasratnya akan menganggap bahwa sesuatu itu pasti begitu berharga.
Makanya , bahkan suatu masakan yang “biasa saja” pun akan terasa sedap jika jumlahnya sedikit dan dimakan bersama-sama. Bahkan seolah-olah berebutan.

Untuk memasak sedap ternyata “hanya “ itu rahasianya. Dan begitu sederhana.

Atau mungkin anda punya pengalaman yang lainnya ? Silahkan berbagi.

You may like these posts