-->

Pernahkah Kepikiran, Bagaimana “Perasaan” Ayam Ketika Akan Disembelih Di Hari Raya Idul Fitri ?


Apakah kamu suka makan daging ayam ? 
Jika tidak karena pantangan tertentu atau penyakit tertentu, meski tidak seperti Ipin Upin – yang sedikit-sedikit ayam goreng, sedikit-sedikit ayam goreng ( ....ayam goreng kok sedikit ...), kamu pastinya juga suka makan daging ayam. Setidaknya pernah memakannya. 

Sebab bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, ayam adalah menu daging yang paling populer dan paling banyak dikonsumsi. 

Selain memang bergizi ( karena itulah daging ayam termasuk golongan makanan 4 sehat ), daging ayam juga dapat diolah dan dimasak dengan berbagai macam variasi menu yang lezat ( tentu saja tergantung siapa yang masak ). 
Simak juga yang ini :

Dan yang paling penting, harga ayam relatif terjangkau oleh kebanyakan kantong masyarakat Indonesia saat ini untuk memenuhi kebutuhan konsumsi daging. 
( tahu sendiri kan...harga daging sapi saat ini masih saja bercokol pada kisaran harga seratus ribuan, bahkan lebih..?). 

Dengan alasan-alasan itulah ayam atau daging ayam merupakan salah satu menu harian yang sering dimasak oleh ibi rumah tangga Indonesia. 
Yang jika dihitung-hitung, dalam 1 minggunya mungkin ada sekali atau 2 kali menu daging ayam. 
Terlebih ketika tiba hari raya Idul Fitri seperti ini. 
Menu masakan daging ayam seolah-olah menjadi “menu wajib” ( terutama yang paling umum dan terkenal adalah opor ayam ) untuk merayakan hari lebaran. 
Sepertinya jika tanpa opor ayam plus ketupat atau lontong, itu bukan lebaran. 

Di kota Kudus bahkan dikenal adanya istilah “Bakdo Kupat” atau dalam bahasa Indonesianya adalah “Lebaran Ketupat” yang berlangsung 7 hari setelah hari raya Idul Fitri. 
Dan tebak, apa “menu wajibnya?” 
Tentu saja ketupat yang disajikan dengan opor ayam. 
Simak juga : 

● Asal-usul dan “sejarah” menu opor ayam dijadikan “menu wajib” saat hari Raya Idul Fitri. 

Jika ditelusur asal-usul dan sejarahnya mengapa menu opor ayam plus ketupat dijadikan “menu wajib” saat hari Raya Idul Fitri bisa dibilang cukup unik (tetapi juga agak memprihatinkan). 
Mengapa ? 
Tahukah anda jika pada jaman dulu, di jaman kakek nenek kita, daging ayam merupakan salah satu menu makan yang tergolong mewah ? 
( Padahal saat ini, anak-anak sampai “neg” jika harus makan daging ayam ). 

Pada jaman dulu, dimana sering disebut “jaman susah”, bahan makanan tidak semelimpah seperti saat ini. Boro-boro mau makan daging ayam setiap seminggu sekali atau dua kali, untuk bisa makan telur ayam dengan periode seperti itu saja sudah termasuk “hebat”. 
Sehingga yang bisa makan telur ayam hingga seminggu sekali atau dua kali hanyalah keluarga yang “berkecukupan”. 
Itupun, sebutir telur ayam tersebut harus dimasak sedemikian rupa sehingga dapat dimakan rata oleh seluruh keluarga ! 
( Biasanya dibuat telur dadar yang sangat tipis ditambah dengan banyak sayuran hingga menjadi sangat besar dan cukup untuk dimakan satu keluarga ). 

Nah, ketika tiba hari Raya Idul Fitri atau hari lebaran seperti saat ini, sebagai ungkapan rasa bersyukur setelah menjalani ibadah puasa Ramadhan 1 bulan penuh, dan sebagai rasa kebahagiaan dan “hadiah” merayakan hari kemenangan, masyarakat umumnya lalu berupaya menyajikan “hidangan besar” yang berbeda dengan hari-hari biasanya. 
Dan pilihannya ............. tentu saja dengan menyembelih ayam dan memasaknya menjadi opor ayam ! 
Sebab “hewan besar” lainnya seperti kambing, kerbau dan sejenisnya harus digunakan sebagai andalan dan penopang biaya hidup. 
Kebiasaan tersebut terus berlangsung turun temurun, hingga saat ini. 
Simak juga : 

He..he...he kok ngelantur jauh mbahasnya, topik utamanya kan tadi, bagaimana perasaan ayam ketika akan disembelih saat hari raya Idul Fitri. 

● Tahu ndak , bagaimana kira-kira “perasaan” ayam ketika akan disembelih saat tiba lebaran Idul Fitri seperti ini ? 

Saya sendiri juga tidak tahu. 
Tetapi rasa untuk mengetahui “perasaan” ayam tersebut tiba-tiba muncul di saat malam hari, satu hari menjelang hari Raya Idul Fitri. 
Itu artinya besok pagi “harus” menyembelih ayam ( karena kebetulan di pekarang belakang punya peliharaan ayam ). 

Rasa tersebut tiba-tiba muncul karena teringat pengalaman adik beberapa waktu lalu ketika akan menyembelih ayam peliharaan di pekarangan belakang rumah. 

Saat itu karena ada sebuah acara, adik membutuhkan daging ayam. 
Karena ayam peliharaan cukup banyak, maka saya persilahkan adik mengambil ayam di pekarangan belakang untuk disembelih. 
Hanya saja, saat sore menjelang senja ketika mengkandangkan ayam, saya kelepasan “ngomong pada ayam” : “sudah ayo pada ngandang, jangan lari-lari terus. Umurmu tinggal 1 malam ini...” 

Entah karena kelepasan ngomong atau karena hal lainnya, ada kejadian unik di pagi harinya. 
Entah karena “mudheng”, paham dengan apa yang saya katakan padanya di malam harinya, Ayam yang akan disembelih ternyata “tidak mau” dipegang. 
Setiap kali akan dipegang selalu saja lari berputar-putar, hingga hampir setengah jam baru kepegang. 

Padahal... 
Pekarangan belakang di pagar tembok berkeliling cukup tinggi sehingga ayam tidak bisa lari keluar ataupun terbang. Itupun tidak sangat luas ukurannya... 
Padahal lagi ... 
Pada hari-hari biasanya, ayam tersebut amat sangat jinak. 
Boro-boro lari, baru melihat ada orang yang datang ke pekarangan belakang, ayam tersebut biasanya langsung mendekat seolah minta makan dan minta “disayang”. 
( ini memang benar, setiap kali saya masuk dan melakukan apa saja di pekarang belakang, ayam tersebut biasanya selalu datang dan mepet-mepet minta dipegang ). 

Jadi ayam tersebut seolah tahu jika ia akan disembelih, sehingga “tidak mau” dipegang. 
Hanya saja saat itu tidak memperhatikan bagaimana “perasaannya” di malam hari sebelumnya. 

Karena itulah malam hari sebelum hari Raya Idul Fitri ini jadi agak iseng mau memperhatikan bagaimana “perasaan” ayam tersebut. 

Sebab sore nya memang juga kelepasan “rasan-rasan” pada ayam peliharaan yang tinggal 3 ekor tersebut :  “ besok kamu akan disembelih “.
Lalu bagaimana “perasaannya” ketika “tahu” akan disembelih keesokan harinya ?
Tentu saja saya tidak bisa mendiskripsikannya, karena ayam tersebut memang tidak bisa ngomong. 
Tetapi kira-kira seperti ini ekspresi dan “polahnya” di malam hari menjelang disembelih keesokan harinya. 
Ini gambar fotonya, silahkan tafsirkan sendiri bagaimana “perasaannya”. 

gambar ayam mau disembelih di hari lebaran

gambar ayam akan disembelih di hari raya

Sebagai informasi, foto ini diambil sekitar jam setengah sepuluh malam. 
Saya ulangi jam setengah sepuluh malam ! 
Mengapa saya ulangi ? 
Sebab pada jam-jam tersebut, ketiga ayam tersebut biasanya sudah “nangkring”, tidur “ngorok”. 
Tetapi lihatlah foto di atas, ayam tersebut malah tidak juga tidur dan tetap saja “polah”. 
Kasihan juga ..ya.. 

Tetapi mengapa saya menulis artikel (konyol?) ini ? 
Sebab menyitir nasehat Opah Ipin Upin, itu adalah berkah. 
Sebab intinya adalah kita harus menghargai mahluk apapun ,termasuk binatang. 
Sebab bisa jadi mereka juga punya “perasaan” seperti manusia. Hanya saja tidak bisa memperlihatkan dan mengungkapkan dengan jelas.
Mereka juga harus dihargai, karena “mau berkorban” demi memenuhi kebutuhan manusia. 
Terutama sekali perlu ditanamkan pada anak-anak kita. 
Jangan sekali-kali menyia-nyiakan makanan yang disajikan, sebab itu merupakan bentuk “pengorbanan” dan “kerelaan” mereka. 
Jangan sekali-kali mengatakan, “sedikit-sedikit daging ayam, sedikit sedikit daging ayam. Boring kali..” Sebab meskipun sedikit daging ayam tetaplah berguna. 

Jadi.... Pernahkah Kepikiran, Bagaimana “Perasaan” Ayam Ketika Akan Disembelih Di Hari Raya Idul Fitri seperti saat ini ?

Dan ngomong-ngomong, admin blog ini mengucapkan : 

SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1437 H 
Minal Aidin Wal Faizin 
Mohon Maaf Lahir dan Batin 

Tetapi jangan lupa simak juga, ya.. :