-->

Iklan Sinetron, Sinetron Iklan, Luar Biasa ( Parahnya )

Kalau sinetron Indonesia, “ itu mah” sudah terlalu banyak komentar ( miring ) tentangnya. Makanya saya juga tidak mau ikut-ikutan komentar agar tidak bertambah miring.

Soalnya kasihan juga, para pe-sinetronnya.
Sudah kerja keras, siang malam, masih tetap “dimiringkan” juga. Lagian, mencari uang kan memang banyak macam dan caranya.
Yang penting, tidak korupsi ( mungkin, itu pikir mereka ).
Masalah itu sinetron mendidik atau tidak mendidik, nomor dua.
Yang penting, rating tinggi, pemasukan lancar, periuk tidak terguling.Titik.
( Mungkin pikir mereka lagi, “coba saja yang suka mengkritik pada posisi yang sama tentu akan melakukan hal yang serupa”. Mungkin ).

Sudah lah. Kepanjangan ini pembukanya tentang sinetron. Nanti malah tambah ikut-ikutan miring pula.
Ke iklannya saja.

Menuju ke iklan. – tapi repot juga – karena iklan-iklan juga mulai “bermain” sinetron juga.
Sebenarnya sudah cukup lama lihat iklan yang satu ini.
Hanya saja sebelumnya memang kurang perhatian. Baru belakangan sepertinya merasa baru tersadar, dan sedikit tergelitik.

Jika anda melihat tayangan televisi, anda pasti melihat iklan yang satu ini.
Karena aturannya tidak boleh menyebut nama produk dan nama iklannya, maka gambarannya saja.

Ada sebuah iklan tentang produk pembersih rambut.
Selama ini, iklan tentang produk pembersih rambut biasanya menggunakan model wanita cantik, selebritis terkenal wanita ( atau pria ).
Dan jika produk tersebut target pasarnya untuk keluarga, model iklannya adalah sebuah keluarga kecil bahagia. Dan dengan rambut yang sehat dan indah tentunya.

Alur cerita iklan umumnya hampir sama.
Tentang rambut yang tidak sehat dan rusak pada awalnya. Lalu menjadi lebih sehat, megar dan indah berkilau setelah menggunakan produk pembersih rambut yang diiklankan.
Alur cerita satunya, seseorang yang tampil sempurna ( wanita, pria, anak-anak ) karena selalu rajin menggunakan produk pembersih rambut sesuai iklan.

Nah, produk pembersih rambut yang satu ini, alur cerita iklan-nya lain lagi, di luar alur cerita yang lazim tadi. Karena sepertinya mengadaptasi alur cerita sinetron.
Kreatif sebetulnya, karena tema iklannya adalah :
Barang siapa keluarga yang seluruh anggota keluarganya ( ayah, ibu, dan anak-anak ) mempunyai rambut yang sehat dan indah, serta mempunyai bakat berakting maka akan diberi kesempatan untuk diadu ( jadi model ) diberi kesempatan merebut hadiah yang disediakan. Bla..bla...bla. Pokoknya seperti itulah intinya.
( Sudah tahu kan ? )

Hanya masalahnya, ilustrasi untuk menggambarkan bakat akting sebuah keluarga yang kesemuanya mempunyai rambut sehat dan indah, kok, mengambil alur cerita sinetron yang “ itu-itu saja” yang menjadi topiknya.

Ayah - ibu ( orang tua ) yang marah-marah, bertengkar hebat ( sampai mau berpisah segala ), si putri kecil yang menangis sengsara karena diambang cerainya orang tua.
Sedang si anak satunya, yang lebih nalar, dengan dingin dan cuek berkata : “ sudahlah, kalau memang itu pilihan kalian....”

Luar biasa.
Luar biasa bukan, ilustrasi yang dipilih untuk menggambarkan kemampuan akting sebuah keluarga yang berambut sehat dan indah ?

Betapa luar biasanya seorang ayah yang dengan garang menghardik dan bertengkar dengan sang ibu di depan kedua putra-putrinya ( Seperti ini lho, ayah yang “berwibawa” ).
Betapa luar biasanya melihat sang ibu dan sang putri yang kemudian hanya menangis sengsara ( seperti ini lho, tipikal wanita Indonesia ! ).
Dan yang paling luar biasa tentu saja reaksi sang putra. Yang dengan “gagahnya” menyebut kedua orang tuanya dengan kata “KALIAN”, silahkan saja bertengkar sepuasnya, “emang gue pikirin”.( Seperti ini lho cara mendidik putra yang “berani dan mandiri” ).

Luar biasa bukan jika ilustrasi cerita seperti ini “harus” ditonton dan “dicokokkan”, SETIAP HARI ke SETIAP ANAK Indonesia ?

Kalau yang melihat iklan seperti ini adalah orang tua, dengan penalarannya, tentu saja merupakan hal yang biasa. Bahkan sudah sangat biasa – hampir basi – di tontonan televisi Indonesia.

Tetapi untuk anak-anak ?
Apakah para pemikir kreatifnya sudah kehabisan ilustrasi untuk bahan cerita ?

---

Tapi bisa jadi mereka malah berfikir positif kok.
Karena mereka menganggap jika anak-anak Indonesia sudah pintar-pintar. Mampu memilih dan memilah sendiri. Jadi mau digerojok ilustrasi cerita macam apa saja, mereka sudah pasti bisa mengetahuinya.

Paling banter, menirunya !
Bagaimana menurut anda ?